BLOGGER FANS JUSTIN AND BIEBER »

Wednesday, January 27, 2010

Billy Budiman:Analis Saham Berusia 17 tahun

Sengaja saya repost tulisan ini, karena salah satu yang membuat blog ini mudah dikenal di om Google adalah tulisan tentang Billy Budiman, analis saham dan trader saham yang tengah naik daun. Kita akan mengenal bagaimana ia mulai belajar trading saham. Berikut ini profilnya:

Di usianya yang baru menginjak 17 tahun, Billy Budiman kini sudah menjadi fenomenal di kalangan investor saham. Dengan modal dari ayah, siswa kelas III SMA Santa Ursula di Serpong itu sukses meraup keuntungan sekitar 2.000%, setelah sempat merugi sekitar 93% saat memulai berinvestasi di pasar modal.
Kendati Billy harus mengubur cita-citanya menjadi pemain sepakbola, penggemar Francesco Totti dari AS Roma itu tak menyangka bisa menjadi seorang analis teknikal sekaligus investor seperti saat ini. Billy bahkan menjadi idola bagi sebagian besar investor domestik. Sebab, rekomendasinya dianggap ajaib. Sebagai contoh, rata-rata dari 10 saham, tujuh saham harganya menguat dalam waktu kurang satu minggu. Beberapa waktu lalu, dia memberi sinyal potensi kenaikan harga saham INDY, MEDC, BLTA, KLBF, INDF, UNTR, ITMG, dan UNVR, serta LSIP. Hasilnya, harga kesepuluh saham tersebut terbukti menguat, bahkan melampaui lonjakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia atau BEI.
Selama ini, Billy cukup berkomunikasi melalui blog dan Facebook-nya. Setiap hari, sekitar 10 ribu orang mengunjungi blog-nya. Dari empat ribu temannya di Facebook, lebih dari tiga ribu merupakan pelaku pasar. Billy bahkan pernah dianggap sebagai bagian dari jaringan ‘bandar saham’, meskipun dia secara tegas membantah tudingan tersebut.
Karena begitu hebatnya hasil analisnya dan dikagumi ribuan orang, mulai 3 Agustus 2009, Billy akan menulis setiap Senin mengenai analisis teknikal tiga saham di Investor Daily. Lalu, siapa sebenarnya anak remaja itu dan bagaimana kisah suksesnya?
Billy lahir di Lampung pada 8 Juni 1992. Ayah Billy, Budiman Candra (43), pernah bekerja di PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF). Awalnya, sekitar tahun 2002, saat Billy masih duduk di kelas V Sekolah Dasar (SD) di Serpong, ayahnya mendapat jatah ratusan lot saham INDF dari program employee stock option plan (ESOP).
Namun, karena kesibukan ayahnya, Billy diminta mulai mencermati pergerakan saham INDF di layar televisi. Dia pun mengaku merasa bingung seiring naik turunnya harga saham INDF, yang ketika itu masih berada di level Rp 800-an per unit. Lalu, kebingungan Billy menimbulkan sejumlah pertanyaan. Lama kelamaan, dia mulai memahaminya, setelah mendapat penjelasan dari ayah. “Pada waktu itu, ayah bilang, kalau untung bisa membeli permainan saya. Jadinya, saya senang sekali,” kata dia kepada Investor Daily di Summarecon Mall Serpong, awal pekan ini.
Saat usia baru 10 tahun, Billy mulai tertarik saham. Kebetulan, pamannya berkerja di salah satu perusahaan sekuritas. Setelah belajar selama dua bulan, dia akhirnya ingin mencoba untuk masuk pasar, kendati niat itu terasa aneh bagi anak seusianya. Namun, usianya yang masih belia tidak menjadi hambatan.

Belajar dari Kesalahan

Dengan menggunakan kartu tanda penduduk (KTP) salah seorang anggota keluarga, Billy membuka rekening di perusahaan efek itu. Modal awal diperoleh dari ayahnya. Ketika itu, Billy hanya mengandalkan feeling. Alhasil, meskipun pasar saham sedang bullish, Billy malah merugi 93% selama dua tahun (2002-2004).
“Saya sempat kapok, tapi kok ayah saya biasa-biasa saja. Lalu, dia (ayah) bilang supaya saya tetap tenang. Jadikan itu sebagai pengalaman supaya kesalahan bisa menjadi sukses di kemudian hari,” ujar dia menirukan pesan ayahnya.
Sikap dan dukungan dari ayahnya itu membuat Billy sadar. Berinvestasi di pasar saham tidak boleh mengandalkan feeling. Sejak saat itu, Billy bertekad belajar. Lalu, dia meminta saran pamannya dan mulai belajar analisa fundamental dan teknikal. “Saat belajar fundamental, wah saya pusing melihat angka sekian banyak, nggak deh. Lalu, melihat teknikal, kayanya lebih menarik lagi,” tandas Billy sambil mengenang pengalamannya ketika masih duduk di kelas VI SD.
Meski usianya masih belia, Billy ‘The Kid’ mulai membeli sejumlah buku tentang analisis teknikal. Sejak itu, dia rela menghabiskan waktu untuk belajar teknikal saham dan langsung mempraktikkannya. Hasilnya, Billy mulai memetik keuntungan.
Dalam setahun (2005), saat pasar saham tidak begitu bullish, Billy justru membuktikan bahwa dia mampu menutupi kerugian selama ini. Seiring perjalanan waktu, dia semakin powerfull. Puncaknya, pada 2007 nilai portofolio siswa SMA ini terus melejit. Bahkan, dia berani bermain option di Amerika Serikat (AS).

Ciptakan Analisis Baru

Billy mendapat ujian berat tahun 2008, saat krisis finansial melanda bursa saham dunia, termasuk di BEI. Namun, sekali lagi, dia membuktikan bahwa seorang teknikalis sejati. Dengan menciptakan formula baru bernama weighted technical analysis (WTA), dia selamat dari anjloknya IHSG sekitar Oktober 2008.
Ketika itu, dia memprediksi IHSG menuju strong bearish, bila dihitung melalui metode WTA. Analisis teknikal tersebut tidak hanya memperhitungkan faktor moving average convergence divergence (MACD), relative strength index (RSI), William %R, dan stochastik oscilator, WTA tersebut juga memasukkan indikator kunci lainnya. Dengan begitu, WTA berbeda dengan analisis teknikal lainnya dan memiliki akurasi maksimal 70%.
“Ketika indeks mencapai 2.500 pada Juni 2008, semua analis memprediksi indeks berpotensi menyentuh level 3.200. Tapi, saya melihat, hampir seluruh ndikator, terutama MACD menunjukkan strong bearish dan tinggal menunggu berita negatif. Lalu, saya memutuskan untuk keluar dari pasar,” jelas dia penuh semangat.
Keputusan Billy yang sempat ditentang ternyata terbukti. Bangkrutnya Lehman Brothers yang memicu kejatuhnya indeks saham turut mengakibatkan sebagian besar investor terpaksa ‘gigit jari’. Indeks di BEI terkoreksi sangat dalam hingga level 1.000-an. Namun, ketika muncul kabar indeks bisa menuju level 850, Billy tidak mempercayai, karena indeks bakal rebound lagi.
“Saya masuk pasar lagi, ketika indeks pada level 1.100-an. Meski keesokan harinya melemah ke 1.089, saya yakin, saya masuk di saat tepat. Dan, sejarah membuktikan, level 1.100-an merupakan titik yang sudah menyenuh level terendah (bottom),” ungkap dia.
Tidak seperti kebanyakan investor pada umumnya, Billy sangat anti dengan margin trading, karena tidak rela keuntungannya tergerus akibat kalah margin. Dia banyak mengoleksi saham-saham blue chips. Dengan memanfaatkan KTP ibunya, Elis (42), dan surat kuasa, Billy memiliki rekening di sejumlah broker asing dan lokal ternama.
Billy juga begitu lihai mengelola kerugian dan potensi gain. Sebagai contoh, untuk saham-saham blue chips, dia membatasi cut loss sekitar 5% dari harga beli. “Kalau harga saham sudah terkoreksi 5%, sebagian dana harus keluar. Bila sudah mencapai 8%, semuanya dilepas. Soalnya, jika harga saham sudah anjlok 10%, investor maunya di-hold dan kemungkinan bisa turun terus sangat besar,” kata dia.
Lain halnya dengan saham-saham lapis kedua dan ketiga. Billy bersedia menjual, bila harga sahamnya turun 3% dari perkiraan harga tertingginya. “Jangan serakah juga. Kita tidak bisa membeli pada harga yang benar-benar di bawah atau jual di harga atas. Bandar saja tidak bisa,” ucap dia sambil tersenyum.
Ketika ditanya berapa nilai keuntungan selama ini, dia enggan menyebutkannya. Namun, dengan menikmati gain yang begitu besar, Billy ditaksir memiliki dana kelolaan yang cukup signifikan.
Lalu, bagaimana Billy mengeksekusi saham-sahamnya saat berada sekolah? Billy mengakui, dia mempunyai seorang pialang di salah satu sekuritas yang telah dilatih selama tiga tahun. Untuk sesi pertama perdagangan saham di BEI, pialang tersebut sangat berperan, tentunya setelah berkoordinasi dengan Billy. Setelah pulang sekolah pukul 13.30 WIB, saat sesi kedua perdagangan dibuka, dia langsung mengambil alih perdagangan.
Mengingat akurasi tinggi atas hasil analis teknikalnya, Billy juga menyelenggarakan workshop bagi para investor. Karena kesibukannya, Billy tidak mendapat juara di kelas. Tapi, dia tidak berkecil hati. “Kalau pelajaran ekonomi, saya malah diminta guru maju ke depan dan disuruh menjelaskannya ke teman-teman,” kata remaja yang bercita-cita menjadi manajer investasi itu.
Begitu lulus SMA, Billy bertekad melanjutkan studi ke perguruan tinggi dengan mengambil jurusan pasar modal. Ini dia blognya: http://www.supertechnicalanalysis.blogspot.com/

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...